Kamis, 28 Oktober 2010

Penerapan penggerakan oada organisasi pemuda

PENDAHULUAN Pernahkah Anda melihat seorang pemimpin yang penuh pengabdian. Ia bekerja siang dan malam, bahkan sampai melalaikan istri dan anak-anaknya. Ia juga tidak mempersoalkan fasilitas yang tersedia, apalagi fasilitas bagi dirinya sendiri. Selain itu, orang itu hidup bagaikan sebuah dinamo yang berdaya besar dan kuat serta terus dihangati oleh visinya. Dalam banyak hal, sikap hidup dan kepemimpinannya menjadi teladan. Namun, secara faktual, ia tidak berhasil membuat komunitasnya bergerak atau berubah. Visinya seakan tinggal menjadi impian belaka. Apa yang salah disini? Salah satu definisi kepemimpinan adalah daya untuk mendorong dan mengarahkan orang-orang untuk bergerak mencari tujuan komunitas. Kepemimpinan dalam suatu komunitas akan menentukan bagaimana struktur, sistem dan budaya dipelihara dan diperkembangkan sehingga terjadi "gerak" bersama untuk mencapai misi komunitas tersebut. Musa mencoba menjadi pemimpin yang baik, namun secara de facto, dirinyalah yang menjadikan Israel tidak bergerak secepat yang diinginkan. Dirinya pula yang membuatnya lelah dan tidak dapat berfungsi optimum. Ia tidak membuat suatu budaya kerja yang mendorong gerak yang kuat dan pemberdayaan pengikutnya. Ia menjadi pusat dinamika komunitasnya. Akibatnya, kekuatan dari komunitasnya ditentukan oleh kekuatannya sendiri, sedangkan potensi-potensi orang lain yang Tuhan letakkan di sekitarnya, terbengkalai. Ketika Musa berubah, bangsa Israilpun berubah dalam cara kerja dan kecepatan gerak mereka. Potensi-potensi tidur kini dimunculkan ke permukaan. Berkat Tuhan mengalir lebih deras. Dalam dunia modern, apalagi di dalam dunia pelayanan gerejawi atau organisasi Kristen hal serupa terjadi. Para pemimpin yang bekerja keras menjadi penghalang bagi berkat Tuhan. Bukan karena mereka malas, atau culas, serta picik. Mereka lalai untuk memberdayakan banyak orang. Jadi bagaimana cara memberdayakan? Pertama, kesediaan memberdayakan merupakan suatu sikap spiritual. Orang yang bersedia memberdayakan orang lain menyatakan di depan orang banyak bahwa ia mempercayakan semua proses pelayanannya kepada Tuhan dan orang-orang yang Ia letakkan di sekitarnya. Ia tidak menjadikan dirinya pusat segalanya. Ia hanya melakukan apa yang menjadi bagiannya seperti seorang petani yang menabur dan di malam hari ia tidur. Benih yang ditaburkan bertumbuh, dan bagaimana hal itu terjadi ia tidak tahu. Dalam melakukan proses ini, seringkali memang ada orang yang tidak memahami sang pemimpin. Orang sering menginginkan si pemimpin tampil di segala urusan dan dengan menonjol. Secara filosofis ada suatu pendapat dari James McGreror Burns yang membedakan kepemimpinan transaksionil dan transformasionil. Kepemimpinan transaksionil merupakan usaha menjalankan proses kepemimpinan sedemikian rupa sehingga sebagian besar pihak terpuaskan. Dengan kata lain kepemimpinan merupakan proses bertransaksi sehingga semua merasa untung dan bahagia karena apa yang dikehendaki didapatkan. Dengan cara seperti ini kepemimpinan yang ada dipertahankan karena kehadirannya menjaminkan adanya transaksi yang paling menguntungkan. Orang-orang serupa ini akan sulit menjadi pemimpin yang melayani dan memberdayakan. Kepemimpinan yang bercorak transformasionil adalah kepemimpinan yang menekankan gerak maju atau perubahan dari setiap pihak dan dari organisasinya. Di dalam menjaminkan tranformasi atau perubahan berkualitas ini, bila perlu diambil resiko-resiko seperti konflik atau pertentangan terbuka. Bila perlu, corak transaksi memang dapat dipergunakan, namun bukan semata-mata demi didapatkan rasa senang dan rasa beruntung pada semua pihak, namun demi tercapainya perubahan dan perkembangan. Kedua, suatu keterampilan perlu dipelajari dengan serius. Suatu metode pelaksanaan pemberdayaan yang sangat populer sejak akhir dekade lalu adalah apa yang dikembangkan oleh Blanchard dan Hersey dengan nama kepemimpinan situasionil. Kerangka kepemimpinan Situasional Kepemimpinan situasionil adalah suatu metode pelaksanaan kepemimpinan secara mikro, artinya bagaimana seorang pemimpin harus menghadapi orang-orang yang dipimpinnya sehari-hari. Jadi sifatnya adalah ilmu yang praktis dan taktis. Di balik praktek kepemimpinan situasional terdapat suatu filosofi bahwa seorang pemimpin haruslah mengubah orang lain, meneladani, serta telaten mengamati kemajuan dari orang yang ia pimpin. Ia harus memiliki sensitivitas untuk mem"baca" siapa yang ia pimpin sehingga dapat menentukan gaya memimpin yang paling cocok bagi mereka. Untuk tiap kategori orang tertentu diperlukan suatu pendekatan atau cara kepemimpinan tersendiri. karenanya, Blanchard menekankan perlunya kita meneliti variabel-variabel yang berpengaruh di dalam kerangka membuat klasifikasi orang-orang yang dipimpin. Blanchard dan Hersey mendapatkan bahwa ada dua variabel yang berperan disini, yaitu kematangan pribadi dan tugas kepemimpinan. Kematangan yang dipimpin: Berdasarkan penelitian terhadap kenyataan kasat mata, maka pertama-tama tingkat kematangan orang yang dipimpin ternyata dapat dikategorikan ke dalam empat jendela kematangan sebagai berikut MATANG HAMPIR MATANG TUMBUH TIDAK MATANG Orang-orang yang tidak matang: mereka adalah orang-orang yang memiliki motivasi rendah dan kemampuan kerja yang rendah. Orang-orang yang sedang bertumbuh: mereka adalah orang-orang yang kadang kala memiliki motivasi namun masih belum memiliki kemampuan kerja yang tinggi. Orang-orang yang hampir matang: mereka adalah orang-oang yang telah memiliki kemampuan kerja yang tinggi, dan sering belum termotivir untuk melakukan apa yang menjadi tujuan dari pemimpin mereka. Orang-orang yang matang: mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan kerja yang tinggi serta umumnya sudah bermotivasi mencapai tujuan bersama. Penerapan Dengan dasar konsep tersebut maka, pada kategori yang pertama terdapat orang-orang yang harus dipimpin dengan memberikan mereka pengarahan yang rinci dan mendalam. Dengan kata lain, pemimpin harus mengeluarkan enerji yang besar untuk pengarahan bagi mereka. Selanjutnya untuk mereka juga si pemimpin harus memelihara hubungan, namun pada intensitas yang terbatas, atau secukupnya. Dengan kata lain metode kepemimpinan yang baik adalah yang memberikan rincian penugasan atau instruksi dan kemudian supervisi yang ketat dengan hubungan sekedarnya. Pada kategori yang kedua terdapat orang-orang yang harus dipimpin dengan memberikan mereka pengarahan yang secukupnya. Dengan kata lain, pemimpin harus mengeluarkan enerji yang sekedarnya untuk pengarahan bagi mereka, namun untuk mereka si pemimpin harus memelihara hubungan dengan intensitas yang tinggi. Dengan kata lain, terhadap orang-orang dikategori ini keputusan-keputusan pemimpin dan tujuan yang hendak dicapai disampaikan, kemudian mereka dapat meminta penjelasan. Pada kategori yang ketiga, pengarahan diberikan dalam bentuk "membagikan" gagasan. Kemudian hubungan yang tinggi dinyatakan dengan mengajak mereka yang dipimpin bersama-sama mengambil keputusan. Perhatian utama disini adalah agar mereka dapat diyakinkan untuk bekerja menuju tujuan bersama. Pada kategori yang terakhir, pendelegasian wewenang dan tugas diberikan dengan pengarahan sekedarnya, yaitu tentang tujuan umum yang hendak dicapai. Mereka yang dipimpin diberikan wewenang mengambil keputusan dan tanggung jawab yang luas. KESIMPULAN: Metode kepemimpinan situasionil ini menolong di dalam praktek nyata namun hanya dapat berguna bila sang pemimpin mampu membaca dengan akurat siapa yang dipimpinnya. Selain itu penerimaan atas keterbatasan dan keunggulan tiap orang yang dipimpinnya merupakan ciri utama metode ini. Daftar Pustaka. http/www.google.com http/www.pembangunan skill kepemimpinan.com

PENERAPAN PERENCANAAN PADA ORGANISASI PEMUDA/MAHASISWA

Pendahuluan Mahasiswa merupakan bagian dari lapisan masyarakat yang mempunyai tanggung jawab moral terhadap kemajuan bangsa. Hal ini dapat dipahami karena mahasiswa merupakan sebagian dari generasi muda terbaik di negeri ini yang memiliki kemampuan yang lebih karena mempunyai dasar keilmiahan dan idealisme sebagai generasi penerus bangsa. Mahasiswa merupakan tumpuan harapan masarakat dalam proses perubahan yang dinamis dan positif. Mahasiswa Perencanaan mempunyai posisi yang strategis dalam mewujudkan keseimbangan dan keadilan. Isi Latar Belakang Pendidikan tinggi merupakan bagian dari system pendidikan nasional, mempunyai tujuan umum sebagaimanatercantum dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor : 30 Tahun 1990, yaitu : 1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademikdan professional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. 2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian sertta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. PeranMahasiswa 1.1 Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bilatidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi, dari zaman nabi, kolonialisme, hingga reformasi, pemudalah yang menjadi garda depan perubah kondisi bangsa. 1.2.MahasiswaSebagai“GuardianofValue” Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai di masyarakat. Lalu sekarang pertanyaannya adalah, “Nilai seperti apa yang harus dijaga ??” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus melihat mahasiswa sebagai insan akademis yang selalu berpikir ilmiah dalam mencari kebenaran. Kita harus memulainya dari hal tersebut karena bila kita renungkan kembali sifat nilai yang harus dijaga tersebut haruslah mutlak kebenarannya sehingga mahasiswa diwajibkan menjaganya.Sedikit sudah jelas, bahwa nilai yang harus dijaga adalah sesuatu yang bersifat benar mutlak, dan tidak ada keraguan lagi di dalamnya. Nilai itu jelaslah bukan hasil dari pragmatisme, nilai itu haruslah bersumber dari suatu dzat yang Maha Benar dan Maha Mengetahui. Selain nilai yang di atas, masih ada satu nilai lagi yang memenuhi kriteria sebagai nilai yang wajib dijaga oleh mahasiswa, nilai tersebut adalah nilai-nilai dari kebenaran ilmiah. Walaupun memang kebenaran ilmiah tersebut merupakan representasi dari kebesaran dan keeksisan Allah, sebagai dzat yang Maha Mengetahui. Kita sebagai mahasiswa harus mampu mencari berbagai kebenaran berlandaskan watak ilmiah yang bersumber dari ilmu-ilmu yang kita dapatkan dan selanjutnya harus kita terapkan dan jaga di masyarakat. PosisiMahasiswa Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat. Kesimpulan Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. dalam hal ini tumbuh secara optimal yg di saarnkan untuk semua organisasi didalam bidang kemahasiswaan. DaftarPustaka http://impijatengdiy.com http://eprints.undip.ac.id http://geowana.wordpress.com

Kamis, 07 Oktober 2010

Penerapan Bidang Manajemen Dalam Kehidupan Mahasiswa

I. Pendahuluan Manajemen adalah merupakan kerjasama dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),
II. Penerapan manajemen pada kehidupan mahasiswa Penerapan manajemen yang ada pada kehidupan mahasiswa diantaranya : 1.Keterampilan manajemen waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. 2.Keterampilan manajemen perencanaan
Merupakan keterampilan yang dilakukan mahasiswa untuk dapat merencanakan apa yang bisa menjadai motivasi untuk mencapai suatu masa depan atau tujuannya agar tidak salah jalan. 3.Keterampilan manajemen pengorganisasian
Merupakan keterampilan yang dilakukan mahasiswa untuk dapat membagi setiap atau menjadwalkan kegiatan secara bijaksana . 4.Keterampilan manajemen pengarahan .
Keterampilan manajemen yang dilakukan mahasiswa dalam mengarahkan atau menempatkan sesuatu hal secara bijaksana . III.Kesimpulan manajemen yaitu suatu perkumpulan untuk di dalam kehidupan mahasiswa di manajemen perencanaan, dan keterampilan di dalam manajemen. IV. Daftar pustaka http://www.google.com http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen